Jumat, 06 September 2013

SYEKH ABDUL QODIR AL JAILANI

Nama lengkap beliau adalah Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qodir Ibnu Abi Sholih Janki Dausat Al Jailani, beliau lahir disebuah kota kecil Jailani Thabaristan pada tahun 471 H/ 1077 M dan wafat pada bulan Robi’uts Tsani tahun 561 H/ 1166 M pada usia 91 tahun dan dimakamkan dikota Bagdad.
Sejak kecil beliau pendiam, qona’ah, bertafakkur dan sering melakukan sesuatu agar lebih baik. Apa yang disebut pengalaman-pengalaman ghoib (mistik) ketika beliau berusia 18 tahun. Kehausan akan ilmu dan kegairahan untuk berkumpul bersama orang-orang yang sholeh dan alim telah membawanya ke Bagdad, kala itu kota Bagdad adalah pusat ilmu dan peradaban, yang mendapat dukungan dan dorongan yang kuat dari ibundanya, guru-guru beliau diantaranya adalah Al Qodli abu said Al Mubarrokah, Syekh Abu Hasan Ali bin Yusuf Al Qusyairi yaitu guru-guru yang mempunyai sanad langsung hingga Muhammad Al Baqir dan Sayyidina Husen cucu Rosululloh SAW, dalam bidang tasawuf guru-guru beliau yang terkenal adalah abu Nashr Muhammad bin Al Banna dan Abu Khori Muhammad bin Ad Dabbas dan Sebagainya.
Betapa banyak ilmu yang dimiliki oleh beliau bahkan beliau digelari orang Ghaus Al Azn atau Ghaus terbesar, menurut kaum sufi, seorang ghaus menduduki jenjang robaniah dan keistemawaan kesua dalam hal memohon ampun dan ridho dari Allah SWT bagi umat manusia setelah para nabi.

Dunia Islam memandang Syekh Abdul Qodir Al Jailani sebagai Sulthonul Auliya’, raja sekalian waliyulloh dan di barat dikenal sebagai sultan Of The Saints, raja orang-orang suci.

MAULANA MALIK IBROHIM

Nama lain yang sering dipakai untuk beliau adalah Maulana Magribi atau Maulana Ibrohim, Maulana Malik Ibrohim bin Zainul Alam Muhyidin Barokat adalah dari daerah Camday Gurajat termasuk keturunan Rosululloh SAW yang ke-22 dari Sayyidina Husein bin Sayyidina Ali ra/ Siti Fatimah AZ Zahroh binti Rosululloh.
Beliau tiba dipulau Jawa tidak diketahui secara pasti, namun setelah tiba dipulau Jawa beliau menetap disebuah desa yang bernama Leran yang terletak di Gresik Jawa Timur, kota Gresik saat itu merupakan kota pelabuhan perdagangan yang sering dikunjungi oleh pedagang dari luar negeri. Desa Leran inilah beliau mulai menjalankan dakwah Islam, dimana rakyat setempat banyak tertarik dengan agama baru ini, lalu memeluknya menjadi pengikut Islam.
Pada hari kemudian Maulana Malik Ibrohim menghadap Raja Majapahit dan menceritakan maksudnya dalam berdakwah agama Islam sekaligus mengajak Raja Majapahit untuk memeluk agama Islam. Ketika pulang meninggalkan istana Majapahit, oleh Raja Majapahit ia di beri sebidang tanah di desa Gapura, Gresik, sebagai tempat mengembangkan ajaran agama Islam. Tanah yang dihadiahkan Raja Majapahit ini terkenal dengan sebutan “Tanah Perdikan”. Diatas tanah ini beliau mendirikan sebuah Masjid untuk tempat beribadah dan tempat mengajarkan ajaran Islam.

Maulana Malik Ibrohim adalah ulama’ besar, seorang wali yang di anggap sebagai ayah dari “Wali Songo” yang berdiam di Gresik Jawa Timur sekitar 20 tahun, diperkirakan beliau mulai menetap di Gresik ini pada tahun 1399 M dan meninggal dunia pada tanggal 12 Robiul Awwal tahun 882 H/ 1419 M.

SUNAN KUDUS

Sunan kudus nama lain yang sering disebut adalah Ja’far Shodiq, Raden Untung dan Raden Amir Haji, beliau adalah putra Raden Rahmat atau Sunan Ampel Surabaya.
Sunan Kudus tekenal sebagai ulama’ besar yang menguasai ilmu tafsir Al Qur’an, ilmu hadits, ilmu sastra, mantiq dan terutama sekali adalah ilmu fiqih, karena itu diantara para Wali Songo, beliau diberi julukan “Waliyul ‘Ilmi” yang artinya wali yang menjadi gudang ilmu, disamping itu beliau juga terkenal dibidang kesenian ciptaannya yang populer adalah Gending Maskumambang dan Mijil.
Pada waktu maulud Nabi Muhammad SAW, masyarakat berduyun-duyun datang di pintu gapura masjid, semua orang harus membaca dua kalimat syahadat terlebih dahulu sebelum masuk masjid, ini disebut syahadatain, yaitu ucapan dalam dakwah Islamiyyah dan hingga sekarang termasyhur dengan sebutan “Sekaten” (dari asal kata syahadatain). Beliau juga seorang pujangga dan berinisiatif mengarang dongeng-dongeng pondok yang bersifat dan berjiwa Islami.

Menurut cerita, Sunan Kudus waktu ke Makkah memperoleh hadiah berupa batu dari seorang Amir yang menurut cerita berasal dari kota Bait Al Maqdis (Jerussalem) yang di sebut juga “AL-KUDS”, diduga dari kata Al Kuds inilah asal kata Kudus dan selanjutnya beliau dijuluki dengan Sunan Kudus.

Kamis, 05 September 2013

SUNAN AMPEL

Nama lain Sunan Ampel yang dipakai untuk beliau adalah Raden Rahmat, sedangkan namanya waktu masih muda adalah Ahmad Rohmatulloh, beliau adalah putra dari ayah yang bernama Ibrohim Asmoro Ulama’ dari negeri Arab dan ibunya adalah Candrawulan puteri dari Raja Campa (Kamboja). Puteri Raja Campa lain yang bernama puteri Darawati kawin dengan Raja Majapahit (Angkawijaya). Jadi puteri Darawati istri Raja Majapahit adalah bibi atau saudara ibu dari Raden Rahmat, terus Raden Rahmat atau Sunan Ampel bin Ibrohim Asmoro Ulama’ adalah termasuk keturunan dari Rosululloh SAW yang ke-22, tepatnya dari silsilah Sayyidina Husein bin Sayyidina Ali ra/ Siti Fatimah Az Zahroh binti Rosululloh SAW. Setelah Raden Rahmat dianggap cukup ilmunya dan sudah berumur 20 tahun, maka ia dikirim ayahnya ke Tanah Jawa untuk mensyi’arkan agama Islam dan sekaligus mengunjungi bibinya yaitu puteri Darawati (Istri Raja Majapahit). Dengan penuh semangat keagamaannya ia mengajak pamannya Angkawijaya (Raja Majapahit) untuk memeluk agama islam namun tidak berhasil. Walaupun demikian usaha mensyi’arkan agama Islam tidak dihalangi oleh Raja Majapahit, malah kemudian Raden Rahmat diangkat menjadi Gubernur di Ampel Surabaya, dari sinilah beliau diberi kebebasan untuk mensyi’arkan agama Islam. Di Ampel Denta inilah Raden Rahmat mendirikan pesantren dan sejak saat itu beliau terkenal dengan sebutan Sunan Ampel.
Raden Rahmat atau Sunan Ampel wafat sekitar tahun 1478 M, beliau dimakamkan di sebelah barat Masjid Ampel yang terletak di kota Surabaya.

SUNAN BONANG

Ketika remaja nama Sunan Bonang adalah Maulana Makhdum Ibrohim, beliau adalah putra Sunan Ampel dari Istrinya seorang puteri Tuban yang bernama Dewi Condrowati atau disebut dengan Nyai Ageng Manila, diperkirakan beliau hidup diantara tahun 1465-1525 Masehi.
Maulana Makhdum Ibrohim selain mendapat gemblengan ilmu dari ayahnya sendiri yaitu Sunan Ampel, beliau juga pernah belajar di Pasai Aceh berguru kepada Maulana Ishak, sesudah belajar di Pasai Aceh Maulana Makhdum Ibrohim pulang ke Tanah Jawa kemudian diperintahkan Sunan Ampel untuk berdakwah didaerah Lasem Rembang Tuban dan daerah Sempadan Surabaya.
Dalam berdakwah Maulana Makhdum Ibrohim ini sering mempergunakan kesenian rakyat untuk menarik simpatik mereka yaitu berupa seperangkat gamelan yang di sebut bonang, bonang adalah sejenis kuningan yang di tonjolkan bagian tengahnya. Bila benjolan itu dipukul dengan kayu lunak, maka timbullah suara yang merdu ditelinga penduduk setempat, karena beliau sering mempergunakan bonang dalam berdakwah itu, maka masayarakat memberi gelar Sunan Bonang. Setelah masyarakat direbut simpatinya, tinggal mengisikan ajaran-ajaran agama Islam kepada mereka. Tembang-tembang yang diajarkan oleh beliau adalah tembang yang berisikan ajaran Islam, sehingga tanpa terasa masyarakat sudnh mempelajari agama Islam dengan senang hati dan bukan dengan paksaan.

Maulana Makhdum Ibrohim atau Sunan Bonang meninggal dunia pada tahun 1525 Masehi dan dimakamkan disebelah barat Masjid Jami’ Tuban.

Rabu, 04 September 2013

SUNAN DRAJAT

Nama asli Sunan Drajat adalah Raden qosim, beliau adalah putra Sunan Ampel denegn Dewi Condrowati dan merupakan adik dari Raden Makhdum Ibrohim atau Sunan Bonang, Raden qosim yang sudah mewarisi ilmu dari ayahnya, kemudian diperintah untuk berdakwah di sebalah barat Gresik, yaitu daerah yang kosong dari ulama’ besar antara Tuban dan Gresik.
Raden Qosim mendirikan pesantrean tepatnya di desa jelang (sekarang termasuk wilayah desa banjarwati) kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Ditempat itu Raden Qosim di sambut masyarakat setempat denegan antusias sekali, lebih lebih mereka tahu bahwa Raden Qosim adalah putra Sunan Ampel dan masih terhitung kerabat kerajaan Majapahit. Beliau dalam mensyi’arkan agama islam unik sekali dengan gamelan pangkur maka banyaklah orang yang datang berguru kepadanya.
Diantara ajaran Raden Qosim yang terkenal adalah sebagai berikut :
·         Menehono teken marang wong wuto
·         Menehono mangan marang wong kang luwe
·         Menehono busono marang wong kang mudo
·         Menehono ngiyup marang wong kang kudanan
Adapun  maksud dari kalimat tersebut adalah :
·         Berilah petunjuk kepada orang yang bodoh
·         Sejahterakan kehidupan rakyat yang miskin
·         Ajarkan budi pekerti (etika) kepada orang yang tidak tahu malu atau belum punya beradapan tinggi
·         Berilah perlindungan kepada orang-orang yang menderita atau tertimpa musibah

Sikap hidup yang dicontohkan Sunan Drajat adalah agar pengikutnya dapat mengambil suri tauladan yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang muslim dengan ajaran kolektifisme yaitu ajaran untuk bergotong royong, hidup rukun, saling tolong menolong. Itulah ajaran islam yang sebenarnya.

SUNAN MURIA

Ketika masih muda Sunan Muria dikenal nama Raden Prawoto atau Raden Sa’id, beliau adalah putra Sunan Kalijaga dengan istrinya Dewi Saroh. Dalam Berdakwah beliau menggunakan cara yang halus, ibarat mengambil ikan tidak sampai mengeruhkan airnya, itulah cara yang di tempuhuntuk mensyi’arkan agama Islam kepada masyarakat. Beliau juga seorang sufi atau ahli tasawuf dan mengasuh para santri-santrinya dengan menyelami ilmu tasawuf.
Sunan Muria bertempat tinggal denganpara santrinya terletak di kaki gunung muria yang salah satunya bernama “Colo” letaknya sebelah utara kota Kudus, beliau mencerminkan pribadi yang menempatkan rasa cinta kepada Allah SWT.
Sepanjang hidupnya diperuntukkan memuji kebesaran Allah SWT. Sasaran dakwah beliau adalah para pedagang, nelayan, pelaut, dan rakyat jelata. Dibawah bimbingan beliau orang-orang membenamkan dirinya untuk berfikir kepada Allah SWT, beliau salalu mengucapkan kalimat thoyyibah dan kalimat risalah yaitu “Laa Illalloh Muhammadur Rosululloh”. Beliau adalah satu-satunya wali yang tetap mempertahankan kesenian gamelan da wayang sebagai alat dakwah untuk menyampaikan ajaran agama Islam, dan sebagai pencipta tembang sinem dan kinanti.